Silicon Valley terkenal sebagai tempat berkumpulnya
perusahaan-perusahaan teknologi dunia. Namun, para petinggi
perusahaan-perusahaan di Silicon Valley justru menyekolahkan anak mereka
di sekolah yang tidak memiliki komputer sama sekali di Waldorf School
of The Peninsula.
Di era digital dan komputasi saat ini, mengapa
petinggi Google, Apple, Yahoo, dan Hewlett-Packard (HP) menyekolahkan
anak mereka di sana?
Sebagian besar sekolah-sekolah di Amerika
sedang berlomba-lomba untuk menjadikan sekolah mereka menjadi sekolah
digital dengan memasukkan pendidikan komputer ke dalam kurikulum dan
memasok komputer dalam jumlah besar. Sekolah Waldorf justru sebaliknya,
yang sebisa mungkin menjauhkan anak-anak dari komputer dan menekankan
pendidikan kepada aktivitas fisik dan belajar secara kreatif. Alat-alat
belajar yang digunakan para siswa adalah pena, kertas, bahkan bisa
menggunakan alat rajut dan lumpur.
Di sekolah Waldorf tidak akan
ditemukan satu layar komputer pun. Para pendidik dan orangtua percaya
bahwa pendidikan dan teknologi tidak bisa dicampuradukkan. Para pendidik
di sekolah Waldorf percaya bahwa komputer menghambat pemikiran dan
gerakan kreatif anak, serta mengurangi interaksi antarmanusia secara
langsung. "Saya secara fundamental menolak gagasan bahwa pendidikan pada
sekolah dasar membutuhkan alat bantu teknologi. Ide bahwa iPad dapat
mengajarkan anak-anak saya membaca dan melakukan aritmatika itu konyol,"
jelas Alan Eagle (50), salah satu orangtua murid yang menyekolahkan
putrinya di sekolah Waldorf.
Eagle sendiri mengerti tentang
teknologi. Ia bahkan memegang gelar Ilmu Komputer dari Dartmouth dan
bekerja sebagai Communication Executive di Google Inc, di mana ia pernah
menulis pidato untuk eksekutif Google, Eric E Schmidt. Ia mengatakan,
putrinya bahkan tidak tahu bagaimana cara menggunakan Google dan itu
tidak masalah baginya.
Eagle menambahkan, tiga per empat siswa di
sekolah ini memiliki orangtua dengan koneksi teknologi yang kuat. Ia
melihat tidak ada kontradiksi dengan memilih menyekolahkan anaknya di
sekolah tanpa teknologi. Sementara sekolah lain memenuhi ruang kelas
dengan kabel, sekolah ini justru hanya berhiaskan papan tulis dengan
kapur warna-warni, rak buku ensiklopedi, meja kayu penuh workbook, dan pensil-pensil.
Sekolah
Waldorf mengajarkan anak-anak kelas lima untuk melakukan keterampilan
merajut, membuat kain, sampai membuat kaus kaki. Anak-anak juga diajari
berhitung dengan cara-cara unik, seperti memotong buah menjadi beberapa
bagian dan kegiatan lainnya yang menuntut kreativitas guru dan siswa.
Beberapa
ahli pendidikan mengatakan, dorongan untuk melengkapi ruang kelas
dengan komputer adalah tidak beralasan karena belum ada studi yang
menyatakan bahwa teknologi membuat anak-anak di sekolah dasar lebih
cepat mengalami perkembangan kreativitas. Namun, apakah belajar merajut
dan belajar pecahan melalui potongan kue atau buah adalah alternatif
yang lebih baik, juga belum dipastikan secara ilmiah.
Paling
tidak, sekolah Waldorf bisa membuktikan bahwa 94 persen lulusan sekolah
mereka banyak yang sukses di perguruan tinggi terkenal, seperti Oberlin,
Berkeley, dan Vassar. Alumni tersebut adalah yang lulus antara tahun
1994 hingga 2004.
"Mengajar adalah pengalaman manusia. Teknologi
adalah gangguan ketika kita perlu melakukan studi literatur, berhitung,
dan berpikir kritis," ujar Paul Thomas, seorang mantan guru dan profesor
pendidikan di Furman University.
Di antara pro dan kontra sistem
pendidikan yang diterapkan oleh sekolah Waldorf, sekolah ini justru
telah berjumlah 40 buah di California dan terus memiliki jumlah siswa
yang signifikan setiap tahun. Pengakuan dari seorang siswa, Finn Heilig
(10), yang ayahnya bekerja di Google, menyatakan bahwa ia lebih nyaman
menulis dengan tangan daripada dengan komputer. Heilig ingin melihat
perkembangan tulisan tangannya dari tahun ke tahun.
Pada
akhirnya, sekolah Waldorf mengatakan bahwa menghilangkan teknologi pada
sekolah dasar bukan berarti menutup akses anak untuk bisa menguasai
teknologi. Pada usia tertentu, anak akan bisa mempelajari teknologi
dengan sendirinya tanpa harus kehilangan kreativitas mereka di masa
kanak-kanak. Bahkan untuk anak-anak yang orangtuanya bekerja di
perusahaan-perusahaan Silicon Valley, komputer tentu sudah diajarkan
orangtua di rumah.
Sumber : http://tekno.kompas.com
Monday, 9 January 2012
Petinggi Google, Apple, Yahoo, dan Hewlett-Packard (HP) Memilih Menjauhkan Anak-anak Mereka Dari Komputer.
Posted By: Jaka Tidar Pras Arjana - 10:05About Jaka Tidar Pras Arjana
Techism is an online Publication that complies Bizarre, Odd, Strange, Out of box facts about the stuff going around in the world which you may find hard to believe and understand. The Main Purpose of this site is to bring reality with a taste of entertainment
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment